piring
stack of plates

Adalah piring resepsi, dalam pesta pora riuh ria perkawinan, kelahiran, segala selamatan dan sukuran. Ini resepsi istimewa, tumpukan piringnya selalu sama.

Piring teratas adalah orang tua dari kakek neneknya.
Piring di bawahnya adalah kakek neneknya.
Piring di bawahnya lagi adalah ayah ibunya.
Piring di bawahnya, siapa lagi kalau bukan dia dan mereka.
Piring paling bawah adalah anak-anaknya.

Ini adalah tumpukan paling lengkap dari keluarga piring. Lalu tamu-tamu mengular, menanti giliran mengambil hidangan, mengubah tatanan tumpuk keluarga piring.

Tamu pertama, mengambil orang tua kakek neneknya. Diisinya dengan nasi, lauk-pauk, dan kerupuk. Nyawa.
Tamu kedua, mengambil kakek neneknya. Diisinya dengan nasi, sayur-mayur, sup, dan sambal. Jiwa.
Tamu ketiga, mengambil ayah ibunya. Diisinya dengan lauk-pauk, sayur-mayur, kerupuk. Tanpa nasi. Sukma.
Tamu keempat, mengambil dia dan mereka. Diisinya dengan sayur-mayur bersiram saus asam dan buah saja. Atma.
Tamu kelima, belum ingin makan. Piringnya tidak diambil. Tapi diganti.

Para sinom tak henti mengisi kembali nampan-nampan kosong dan mengganti tumpukan piring untuk ambilan tetamu berikutnya. Ini resepsi istimewa, tumpukan piringnya selalu sama.
Piring orang tua kakek nenek.
Piring kakek nenek.
Piring orang tua.
Piring dia dan mereka.
Piring anak-anaknya.
Lalu datang seorang tamu, sangat santun. Mengambil piring kakek nenek, setelah tamu di depannya mengambil piring orang tua kakek nenek.
Namun tamunya tak terlalu lapar. Piring kakek nenek dikembalikan. Tentu saja di atas tumpukan piring dia dan mereka, karena piring orang tua sudah diambil tamu belakangnya.

Para sinom tak henti mengisi kembali nampan-nampan kosong dan mengganti tumpukan piring untuk ambilan tetamu berikutnya. Ini resepsi istimewa, tumpukan piringnya selalu sama. Namun tumpukan terkini sedikit berbeda, karena tamu santun tak terlalu lapar.

Piring kakek nenek.
Piring dia dan mereka.
Piring anak-anaknya.
Tamu berikutnya, berbaju gamis, lengan panjang. Mengambil kembali piring kakek nenek milik tamu santun yang tak terlalu lapar.

Para sinom tak henti mengisi kembali nampan-nampan kosong dan mengganti tumpukan piring untuk ambilan tetamu berikutnya. Ini resepsi istimewa, namun kini piringnya tinggal dua.
Piring dia dan mereka.
Piring anak-anaknya.
Tamu kemudian, datang berpasangan. Lelaki bersarung batik, mengambil piring dia dan mereka.
Wanita berjarik lurik, mengambil piring anak-anaknya.
Tumpukan segera kosong, sinom tergesa. Namun sayang, terpeleset. Menabrak tamu wanita berjarik lurik, dengan piring anak-anaknya. Pecah.
Piringnya habis.

*

Angin bertiup biasa saja ketika kabar kematian tiba. Burung, ayam, bebek berkicau, kokok, kuek ala kadarnya. Tukang bubur, penjaja nasi pecel, penjual jamu tak berhenti meracik ramu. Semua wajar tak berkejar tanpa pertanda saat kabar kematian tiba.

Mati selalu dia, bukan kamu. Apalagi aku.
Mati selalu mereka, bukan kalian. Apalagi kita.
Mati selalu jauh, belum jelang. Apalagi dekat.
Mati selalu milik dia, mereka dan jauh.

Aku bukan mati, kamu pun.
Aku tidak mati, kamu pun.
Matiku jauh. Kamu… kali ini tidak pun.
Tapi aku belum. Kamu… aku tak tahu.

Selalu.
Sampai aku, dan mungkin kamu, mendapat jatah giliran dalam resepsi. Menjadi piring.
Sampai aku, dan mungkin kamu, menyadari tamu resepsinya sudah mengambil tumpukan di atas kita. Ya, itu piring ayah ibu.
Sampai aku, dan mungkin kamu, masih menunggu tamu, lalu sinomnya terpeleset.

**

Angin bertiup biasa saja ketika kabar kematian tiba. Sapi, kambing, kuda melenguh, embik, ringkik ala kadarnya. Loper koran, tukang pos, pengasong tetap bertandang meskipun rumah kosong. Semua wajar tak berkejar tanpa pertanda saat kabar kematian tiba.

Sesak sesaat, lalu sudah. Itu dia, bukan aku.
Duka sejenak, lalu lupa. Itu mereka, bukan kamu.
Alim sekejap, lalu nista. Matiku esok, bukan sekarang.

Selalu.
Sampai aku, dan mungkin kamu, mendapat jatah giliran dalam resepsi. Menjadi piring.
Sampai aku, dan mungkin kamu, menyadari tamu resepsinya sudah mengambil tumpukan di atas kita. Ya, itu piring ayah ibu.
Sampai aku, dan mungkin kamu, masih menunggu tamu, lalu sinomnya terpeleset.

Piringnya pecah.

Piring itu aku, kamu, kita…

Mati.

 

broken plates
broken plates

***

 

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s