Tatap Singkat Kuning Pagi

Tatap Singkat Kuning Pagi

Kuncen gedung ini sudah berganti lagi, setahun lebih yang lalu. Bukan seorang, sekarang tiga. Dua dewasa, jantan betina. Satu bayi, jantan, botak. Keluarga kecil baru, nampaknya. Semoga langgeng bahagia dan tidak terpengaruh setan-setan kota yang jahatnya bisa melebihi setan neraka. Asli. Kita lihat saja nanti.

Hari ini kuning, masih pagi. Aku sedang ingin menelusuri ruang-ruang gedung, setelah tahun lalu banyak yang dipermak renovasi tipis sana-sini. Lagi-lagi, mengawali dengan mengintip pelaku ritual pagi dua menit lebih. Kulihat itu satu-satunya ruang yang sepertinya ada pergerakan saat ini. Lainnya masih diam, tertutup, mungkin belum bangun atau sudah berangkat keluar entah ke mana.
Dia sedang duduk di depan layar laptopnya, mengamati pergerakan deret angka merah hijau, dan garis-garis naik turun, sambil sesekali mencatat dan memencet tombol-tombol angka perangkatnya.

Wajahnya terlihat sedikit menua, namun masih tampak jauh lebih muda dibanding wajah teman-teman sekolahnya yang sesekali dia pantau dari foto profil layanan pesan teks di gawainya. Paling tidak menurutnya, dan beberapa komentar orang yang datang pergi di lingkarannya yang tak terlalu luas.

Beberapa hari terakhir sepertinya dia mengalami mimpi yang entah menyeramkan atau menegangkan. Aku bisa melihat dari nafasnya yang intens dan gerakan kelopak matanya yang berkedut, bergeser cepat kanan kiri, serta hentakan-hentakan kecil kepalanya yang berubah dari sisi satu ke yang lain.

Dia baru saja mengalami cedera di area tulang belakang, yang membuatnya tak leluasa bergerak seperti biasa. Sudah beberapa kali kuperhatikan sepertinya dia mengalami hal serupa. Aku menduga, terlepas komentar khalayak yang sering mengatakan dia awet muda, kondisi tubuhnya tetap saja tidak seperti dulu.

Tapi belakangan ini, dia tampak lebih tenang menjalani hari-hari. Meskipun, tak dipungkiri dari kerut dan mimik wajahnya, banyak yang membuatnya diam berpikir. Sepertinya, tak seorangpun diajaknya berbagi.
Mungkin pikirnya, percuma juga berbagi kalau jadi membebani. Atau memang dia sudah enggan melakukannya, karena toh pada akhirnya hanya dirinya sendiri tempatnya bersandar sekaligus bergantung dan satu-satunya yang bisa dipercaya. Dirinya sendiri.

Pernah rasanya aku ingin bertanya, “Apakah ada yang bisa kubantu?”, namun urung. Kalau dia benar mendengar ucapanku, bisa-bisa dia pikir dirinya mulai gila. Bahaya. Padahal bisa saja aku mengubah frekuensi suaraku, sehingga yang terdengar bukan ‘ckckck…’ seperti yang biasa didengar manusia.
Uniknya, kudapati beberapa kali dia justru menanyakan hal serupa pada orang-orang. Mendengarkan apa yang menjadi keluh kesah dan keresahan mereka. Menanyakan hal-hal yang membuat orang-orang tersebut berpikir lama, sampai kemudian orang-orang itu menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri.

Beberapa kali juga aku melihat dirinya berdiri di depan cermin kamar mandi, menatap lekat, dan bergumam menanyakan pertanyaan tersebut pada pantulan bayangannya.
Aku tak tahu apakah dia menemukan jawaban yang diperlukan atau tidak, karena hanya diam yang mengemuka.

Dia mungkin menyadari kehadiranku lebih sering akhir-akhir ini. Sepertinya dia juga tahu kalau aku sering berdiam di celah kardus penyimpan perkakas, di bagian belakang lemari es. Aku menduga dia tahu karena setiap aku membuat suara, entah saat gerakan tubuhku yang menyentuh tas kresek membuat bunyi kresek-kresek, atau saat senggolan ekorku menyentuh tempat sampah di samping pintu, atau saat tak sengaja aku berdecak, membuatnya selalu waspada seperti berkata, “Apa itu?”, tapi dalam diam.

Mungkin ada baiknya, kapan-kapan akan betul kusapa. Semoga saja kalau dia kaget, tidak akan sampai gila, dan sebatas menduga bahwa itu suara nuraninya yang diperdengarkan oleh Tuhan melalui perantara makhluk di dinding, yang diam-diam merayap, menunggu datangnya seekor nyamuk untuk ditangkap. Hap.

Iklan

Gunjing Singkat Coklat Malam

Gunjing Singkat Coklat Malam

Hari ini coklat, untuk yang paham saja. Sudah beberapa lama ini suhu udara sungguh luar biasa gerah, meskipun sesekali hujan namun tidak menyejukkan. Aku jarang keluar, lebih baik menghindari gelombang panas daripada mengering saperti ikan asin, atau terseret luapan genangan jika air langit sedang tumpah.
Aku masih ada di seputar apartemen yang pernah kuceritakan sebelumnya. Tapi hampir dua tahun terakhir, tempat ini sepi dan hening. Konon dunia manusia sedang ada pandemi, diserang virus mahkota, katanya. Aku kebal, sepertinya.
Mereka kini selalu menggunakan penutup hidung dan mulut, bahkan kadang ada yang memakai topeng plastik yang menutup seluruh wajah.

Dua tahun terakhir, semenjak pageblug meluas, tak banyak dinamika tempat ini. Beberapa penghuni saja yang tetap tinggal, sementara lainnya memilih berlindung di dalam ruang, entah di mana aku tak peduli. Meskipun tak lama yang lalu, para ahli baitnya mulai terlihat keluar masuk. Penetap kembali, pendatang lalu-lalang. Sebagian tinggal, sebagian singgah sesaat dan kembali hengkang.
Kuncen gedung ini (begitu aku menyebut para penjaganya) juga berganti. Tak paham aku urusan keputusan manusia, biarlah. Toh memang tidak ada yang namanya ajeg.

Aku masih sering, bahkan hampir selalu, memantau dari sudut atas ruang. Suatu saat, di sebuah pagi menjelang siang, seorang penghuni baru di lantai paling atas mengalami kejang mendadak. Aku baru menyadari ada kejadian itu saat seorang penghuni yang menempati unit di bawahnya tetiba berlari keluar memanggil bantuan tetangga lainnya. Selagi dia berlari menuruni tangga mencari bantuan, aku merayap cepat menuju lantai atas tempat peristiwa terjadi. Sebelum bala bantuan datang, aku menyelinap melalui celah pintu yang terbuka. Sejurus kemudian tercium bau tai kotoran manusia yang masih segar. Aku tahu, taiku yang berwarna hitam putih juga tengik, tapi bau kotoran manusia, dalam jumlah banyak, belepotan di dinding dan lantai, meskipun masih segar, tetap saja bikin muntah siapapun yang tidak biasa menghidu kotorannya sendiri.
Kau jijik baca ini? Kau pikir aku tidak?

Dari yang sekilas kuamati, sepertinya penghuni unit tersebut entah sedang buang hajat kemudian kejang, atau karena kejang sehingga kotorannya terperas keluar, berusaha mencari bantuan dengan cara menggelepar dan berteriak, meskipun tercekat. Suara nirwajar ini yang membuat penghuni di unit bawahnya berusaha mencari tahu yang terjadi, dan berujung mencari pertolongan. Aku tak paham penyebab kejangnya, namun sepertinya ada rahasia yang tak boleh orang tahu, dan memang berhasil. Tidak ada yang tahu.

Singkat cerita, dengan bantuan beberapa tetangga yang tak begitu dikenalnya, ia terselamatkan, ditandu menuju instalasi gawat darurat terdekat. Meskipun selama berhari-hari, unit apartemennya bau tai.
Kuncenlah yang kebagian pulung membersihkan dan melakukan disinfeksi ruangan itu. Bagus dia berbesar hati dan berlapang dada melakukannya. “Nambah pahala”, katanya.
Dia adalah kuncen paling polos, naif, dan dangkal di antara semua kuncen yang pernah menjaga gedung ini. Sendat pikir, namun tak kikir. Bebal, namun tak bikin sebal. Sangat bekerja sama.

Oya, beberapa bulan belakangan, penghuni apartemen ini bukan hanya manusia-manusia itu saja. Ada banyak makhluk berbulu dan anak-anaknya berkeliaran, mengeong-ngeong sering membuat gaduh. Ini tak lain tak bukan, karena si kuncen penyayangnya. Dipeliharanya mereka yang terlantar, diberinya makan dan tempat tinggal seolah ibu peri baik hati dan juru selamat bagi kaum pengeong.
Aku tidak masalah selama mereka tak menangkapku dan mempermainkan tubuhku dengan koyak-moyak, tapi aku tahu salah satu penghuni gedung ini merasa tak nyaman tanpa bisa berbuat banyak.

Satu lagi tentang si kuncen. Saat baru-baru saja ia bertugas di gedung ini, pada suatu malam terdengar tiga kali ketukan di pintu ruangannya, disertai salam nyaring dari sisi luar.
“Assalamu’alaikum…”, sapa suara di balik pintu. Saat hendak membuka pintu ruangan tempatnya berjaga, ia baru ingat bahwa seluruh penghuni tersisa di gedung ini sedang tak di tempat, dan demi keamanan dia mengunci seluruh gedung dari dalam.
Suara salam dan ketukan pintu berhenti, bersamaan dengan pucat wajah dan degupan jantungnya yang memerintahkan otak agar menggerakkan tangannya mengunci pintu, memasang slot pengaman sembari menggumamkan mantra tolak bala doa keselamatan. Bulu kuduknya bersiaga, kakinya lemas, sampai lupa cemas. Tak ada lagi salam dan ketuk pintu hingga keesokan paginya.

Itu saja kali ini. Aku mau patroli, siapa tahu ada manusia di gedung ini sedang melakukan apapun, yang bisa kutatap berlama-lama, sampai akhirnya mereka sadar sedang ada sesuatu yang mengamati dan merasa canggung sendiri. Hihi… aku suka sekali membuat mereka terkesiap, dan berakhir kami saling menatap.
Tenang saja, aku akan kembali dengan cerita lain. Masih banyak yang bisa kukisahkan.

Selamat menunaikan kegiatan malam hari coklat!

Dari Sudut Atas Ruang

Dari Sudut Atas Ruang

Aku tak selalu memeperhatikan, namun beberapa kali mengamati perilakunya. Penghuni di salah satu apartemen, yang dari polanya aku tahu dia tak ingin terlalu banyak terlihat.
Dia hanya muncul beberapa kali dalam sehari jika sedang tidak bepergian, tentu saja. Biasanya aku melihat dari sudut atas ruang yang berbatasan langsung dengan unit apartemennya, atau kalau memungkinkan malah dari dalam ruangannya. Tapi ini jarang terjadi. Nanti aku ceritakan alasannya.

me2architects-studios-apartment-3Kegiatan yang hampir selalu pasti teramati adalah, pada pagi hari, ketika dia membuka pintu pertama kali – dugaanku, dia baru bangun tidur – membawa tempat sampah dan membuangnya di lorong saluran pembuangan sampah di luar unit apartemennya, yang secara rutin dikosongkan oleh petugas kebersihan.
Lalu akan sekali dua kali lagi keluar, untuk membuang debu-debu kotoran dari kantong vacuum cleaner tak lama setelah dia membuang sampah sebelumnya.

Momen buka pintu berikutnya, adalah ketika dia memeriksa kiriman, entah itu paket atau antaran makan dari ojek online, tapi akhir-akhir ini dia jarang menerima paket. Setidaknya dua kali dia keluar untuk mengambil antaran dalam sehari.
Selebihnya, sesekali saja dia keluar, bilamana perlu. Untuk yang sesekali ini, aku tidak melihat pola tertentu. Acak.

Dia tidak terlalu bergaul dengan tetangga unitnya. Beberapa penghuni dia tahu wajahnya saja, bertegur sapa seadanya, namun tidak dekat. Dia tahu nama-nama tetangganya dari pengelola apartemen, yang selalu bercerita tentang apa saja kejadian di apartemen tersebut setiap ada waktu bertemu. Mereka terlihat akrab ketika sedang mengobrol.

Aku tahu dia berteman dengan siluman. Kisahnya aku dapatkan dari ibuku, yang didapat dari cerita kakekku, yang didengarnya dari neneknya kakekku, yang dikisahkan oleh garis entah keberapa dari leluhurku. Tapi yang jelas penutur awal dari leluhurku, hidup di jaman leluhurnya. Jadi kurang lebih kalian tahu, bahwa pertemanan beda alam ini telah terjadi turun-temurun. Kata ibuku, mereka menjalin traktat akad sebahat. Entah sampai keturunan keberapa. Mungkin hingga salah satu keturunannya tidak berketurunan. Rahasia semesta.

Suatu saat, aku pernah mengamatinya sedang membaca-baca jurnal di layar komputer lipatnya tentang makhluk luar angkasa. Alien, mereka menyebutnya. Aku tahu mereka menyebutnya demikian karena judul jurnalnya terbaca demikian. Jangan heran, aku bisa membaca.
Entah apa yang membuatnya tetiba tertarik membaca tentang makhluk asing luar angkasa. Apakah teman silumannya kurang kosmik? Atau tidak lebih astral dari makhluk halus kebanyakan?
Analisaku mengatakan dia sedang agak jengah dengan hubungannya saat itu.
Agak lucu kejadian hari itu. Saat dia selesai membaca jurnalnya, matanya mendadak sejurus menatapku beberapa saat. Lalu wajahnya nampak seperti orang linglung. Aku diam saja, balas menatap matanya. Sampai kemudian dia terhenyak, dan bergerak ke meja dapurnya, menyeduh kopi. Aku geli mengingatnya.

giphyAku juga sering mengamati teman silumannya ini, ketika kebetulan dia muncul. Kemunculannya selalu ditandai dengan asap mengepul-ngepul. Cuma aku yang bisa melihat asapnya. Mungkin dia juga, kan dia temannya? Tetangga dan orang-orang di apartemennya tak bisa menginderanya. Aku tahu pasti itu, jadi tidak perlu bertanya, “kok tahu?”. Aku tahu, itu sudah.
Lain kali saja kuceritakan tentang teman silumannya ini.

Jadi, aku biasanya menelusup ke dalam apartemennya dari celah lubang angin, yang meskipun tertutup – mencegah udara dingin penyejuk ruangan keluar – masih ada sedikit celah untuk menyelinap.
Aku tak suka berlama-lama di apartemennya ketika dia tidak ada. Pengap, bau jamur. Bagaimana tidak, ventilasinya ditutup agar udara penyejuk ruangan tak keluar. Sementara di beberapa sudut ruangannya kadang ada rembesan air ketika hujan. Jadi, daripada aku kena penyakit, aku pergi saja.
Aku akan kembali ketika dia sedang ada di tempat. Ketika dia ada, ruangannya menjadi sejuk segar. Dia buka jendelanya lebar-lebar setiap pagi agar udara teralir dengan baik. Saat itu, tentu saja penyejuk ruangannya dimatikan. Dia akan menyalakannya kembali setelah sore atau menjelang malam.
Ruangannya terlihat bersih ketika dia sendiri. Setiap pagi, dari kegiatan rutinnya yang kuceritakan di awal tadi, kelihatan dia rajin bersih-bersih.
Mengapa hanya terlihat bersih saat dia sendiri? Karena ketika teman silumannya muncul, dia akan membiarkan ruangan seadanya, sampai teman silumannya lenyap moksa kembali. Baru kemudian dia akan membersihkannya lagi.

Ini saja dulu ya. Lain kali aku cerita lagi. Tentang dia atau penghuni apartemen lainnya. Atau tentang siluman dan setan demit yang ada di sini? Tenang saja, aku punya banyak kisah.

cicak

Hari ini warnanya merah muda, agak mendung tapi tidak hujan.
Aku mau cari nyamuk dulu, lapar.

Citra Warni Hari Ini

Citra Warni Hari Ini

Aku tidak mengingat hari berdasarkan nama, seperti manusia. Aku tidak mengingat hari, tapi aku melihatnya. Ya, aku melihatnya berupa warna dan beberapa tanda yang hampir selalu muncul bersamaan dengan citra saat itu.
Seperti ini misalnya…
Aku melihat warna hijau, ketika beberapa manusia lebih memilih bangun siang, bersantai dan bermalasan. Beberapa lagi memilih bangun pagi dan melakukan aktivitas sesekali selama beberapa warna, biasanya olahraga atau hanya sekedar pergi ke pasar membeli jajanan. Beberapa yang lain lagi bangun pagi, berpakaian rapi dan berdandan santun, membawa buku berisi doa dan pujian, lalu pergi ke sebuah tempat bernama gereja. Begitu yang aku dengar dari percakapan mereka.

Warna kuning adalah ketika hampir semua orang malas bangun, atau bangun terburu-buru. Ini adalah hari yang sepertinya dibenci oleh hampir semua manusia. Sehingga ketika mereka bisa bertahan melewati hari itu, sepertinya sepanjang warna-warni berganti hingga hari kuning kembali, semua akan baik-baik saja.

Setelah kuning, hari akan berganti merah muda. Pada saat ini, sepertinya dunia mulai membaik. Manusia sudah berhenti mengeluh, tidak seperti saat hari berwarna kuning. Mungkin sudah mulai terbiasa, atau bisa jadi mereka mulai sadar bahwa mau tidak mau semua warna akan berganti. Entahlah.

Merah mudah berlalu, berganti tosca. Dulu aku agak bingung dengan warna ini, karena warnanya nyaris hampir sama dengan hijau dan biru. Tapi seiring waktu, aku mulai bisa membedakannya. Aku tahu istilah ini saat menempel di dinding sebuah rumah yang akan dicat. Orang-orang berkata dindingnya dicat warna tosca. Baru aku tahu nama warna untuk hari itu.

Tosca hilang, coklat datang. Di hari ini, manusia sepertinya mendapat energi baru untuk mempersiapkan kedatangan hari yang mereka tunggu. Nanti aku kasih tahu warna apa. Aku sering mendengar celotehan manusia untuk melakukan ibadah sunnah rosul saat hari berwarna coklat. Awalnya aku tidak tahu itu apa, tapi suatu saat ketika aku sedang menempel pada sebuah dinding rumah, aku tahu apa yang mereka maksud. Kapan-kapan aku ceritakan. Hihi…

Jingga muncul setelah coklat. Ini hari yang menurut manusia adalah hari yang pendek. Aku juga awalnya tidak paham apa maksudnya, karena menurutku durasinya juga sama saja seperti hari-hari lainnya. Namun ketika hari berwarna jingga, aku melihat banyak manusia lelaki bersiap pergi ke sebuah tempat bernama masjid. Dan ketika hari ini sudah menjelang gelap, banyak manusia bersukacita karena setelah hari ini adalah hari yang mereka tunggu-tunggu selama beberapa warna berganti.

Dan akhirnya, inilah hari yang mereka tunggu, warnanya biru. Biru adalah hari dimana banyak manusia bahagia karena mereka tidak harus bangun pagi dan melakukan rutinitas seperti hari-hari lainnnya. Memang tidak semua manusia, tapi sepertinya ini adalah hari saat manusia yang tidak sibuk di hari lainnya pun tidak akan merasa berdosa jika bermalas-malasan.
Kebanyakan mereka punya 2 hari untuk bisa seperti ini, saat hari berwarna biru dan hijau. Karena setelah hijau berlalu, hari kuning akan kembali mewarnai hidup mereka.

Maka, begitulah aku mengingat hari. Meskipun pada akhirnya aku tahu, warna-warna itu memiliki nama, karena aku sering mendengar manusia mengucapkannya. Minggu-Senin-Selasa-Rabu-Kamis-Jumat-Sabtu.
Tapi aku lebih suka melihatnya berwarna-warni.
Lain kali aku ceritakan pengalaman seru di warna-warni itu. Sekarang aku lapar, mau berburu nyamuk. Sampai ketemu di warna lain, semoga warna kalian menyenangkan.

Oya, aku adalah seekor cicak.

metode-pemilihan-warna

Warna