Rambutku gatal kugaruk-garuk. Bukan hanya butiran putih ari kulit ketombe yang luruh, helai gelai rapuh rambutku juga runtuh. Aku tak mau riuh membasuh gundulku. Malas. Aku tahu, dia tidak suka. Biar saja. Ini kan kepalaku.

Badanku cepal lengket. Kering keringat berbaur uar debu, dupa, menyan, sisa pendar cahaya siang, asap cerutu dari mulutku dan nafas busuk para kembara. Aku enggan melepas dekap aroma setan jalanan. Jadi saja kubawa tidur, meski busuk terhidu. Aku tahu, dia tidak suka. Biar saja. Ini kan tubuhku.

Kakiku, entah berapa kali menginjak lumpur becek, kotoran dan tetaian. Belum lagi nanah bekas canteng yang kering berjamur di ujung kuku. Aku abai membasuh. Segera kuregang di atas dipan berlapis kasur bulu angsa, dibalut satin beludru. Singgasana masa rehat menjadi kusam pekat. Aku tahu, dia tidak suka. Biar saja. Ini kan kakiku.

Tapi jangan sampai, jangan sampai hidungku tercium bau pait ketiaknya, sengak kentutnya, atau hawa abab mulutnya. Dia tahu aku tak suka. Tapi tidak bisa kubiarkan. Meski aku tahu dia selalu rajin mengoles tawas, menahan mulas, dan bersikat siwak. Itu semua tak sepadan dengan dekil yang kubawa.

Aku bukan tak sudi berbadan jernih bersih. Aku hanya menikmati masa tunda dan waktu semadiku, bersama jagat tabiat, memanjat erat harap, dalam nama sampah.

how-keep-cover-letters-trash
 

trash

 

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s