Semua tahu, wajahmu menyaru, dalam balut tampan dan ayu. Itu tidak perlu digunjing.
Semua juga tahu, akal bulusmu kadang bukan hanya menipu, tapi juga menjadi candu. Tentu saja bagi yang hatinya jatuh berkeping.
Mungkin itu yang membuat mereka mau terpaku dalam genggam pesonamu, yang padahal bau cerutu. Aku tak suka. Bikin pusing.
Sekutumu satu itu juga sama saja. Menjebak para kembara tak paham arah dalam pekat halimun, lalu merapal sirap hingga mereka terhasut nikmat.
Setelah itu? Kalian hina mereka dalam lena, karena jubah-jubahnya tak lagi membebat kulit mereka yang langsat. Mereka telanjang bulat termakan hasrat.
Owalah, ternyata ada juga hati yang masih tertawan palsumu. Padahal sudah lama terbuang percuma.
Ini bukan semata karena mantra. Prananya terlalu kuat menguar di udara. Coba rasakan. Ini aroma asmara. Betul bukan?
Astaga! Dia dimabuk cinta! Umpanmu menangkap mangsa!
Kalau sudah begini, tak peduli nurani atau jati diri. Gaman pedang, gandewa, gada sederhanapun mampu melantak cakra Wisnu dan trisula Siwa. Dahsyat.
Jadi, jangan sekalipun menguji kanuragan semacam itu, karena dayanya melebihi semburan Mahameru yang terbatuk malu, dan kekuatannya menyatu dengan titah Batara Guru.
Itu adalah ilmu ksatria terdahulu, semenjak gunung-gunung masih terduduk lugu.
Ilmu yang tak pernah terhapus waktu, bahkan kala terkepung pasukan dari tujuh penjuru.
Itu adalah ilmu ksatria yang terburu cemburu.
